Sabtu, 28 Januari 2012

PESANTREN MU'ADALAH



KATA PENGANTAR

Pendidikan di pondok pesantren yang tidak mengikuti standar kurikulum Depag RI maupun Departemen Pendidikan Nasional di kalangan pondok pesantren disebut dengan pendidikan pondok pesantren mu’adalah (pendidikan pondok pesantren yang disetarakan dengan Madrasah Aliyah/SMA). Pendidikan pondok pesantren tersebut disetarakan dengan madrasah aliyah melalui SK Dirjen Pendidikan Islam Depag RI dan oleh SK Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional untuk yang disetarakan dengan SMA. Proses penyetaraan (mu’adalah) ini telah berlangsung lama sejak tahun 1998 hingga sekarang sebagai langkah pengakuan (recognition) pemerintah terhadap eksistensi pendidikan di kalangan pondok pesantren yang pada saat itu belum terakomodir di dalam sistem pendidikan nasional.
Kemudian pada tahun 2003, pendidikan diniyah dan pesantren resmi secara tersurat ada di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 30 ayat 1-4. Tetapi kendatipun belum sepenuhnya pendidikan pondok pesantren mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan di Indonesia, pada umumnya mereka tetap berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 93 ayat 1-3 yang berbunyi “Penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan dapat memperoleh pengakuan dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP”. . . .dst.
Mayoritas Pendidikan pondok pesantren Mu’adalah yang berjenjang 6 tahun setelah jenjang Ibtidaiyyah, seperti KMI (Kulliyatul Muallimin al-Islamiyyah), TMI (Tarbiyatul Muallimin al-Islamiyyah) dan nama lain yang sejenisnya merupakan salah satu program unggulan yang dikembangkan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Departemen Agama RI. Dan Alhamdulillah, dengan hadirnya program ini ternyata rekognisi dari Pemerintah dan civil effectnya di masyarakat secara luas bagi pendidikan di pondok pesantren ternyata dapat mengangkat harkat dan martabat pendidikan di pondok pesantren.
Untuk itu perlu disusun buku Pedoman Penyelenggaraan Pondok Pesantren Mu’adalah ini, dengan harapan dapat menjelaskan sekilas gambaran dan memberikan acuan serta rambu-rambu dalam pelaksanaannya. Kendatipun demikian, buku ini sifatnya masih tetap dinamis dan terbuka sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Harapan kami buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para Pemimpin Pendidikan Pesantren Mu’adalah dan guru- guru, serta Tenaga Kependidikan lainnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Jakarta,                     2009
A.n. Direktur Jenderal
Direktur Pendidikan Diniyah
dan Pondok Pesantren




Drs. H. Choirul Fuad Yusuf, SS, MA.


BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Pondok Pesantren (Pontren) merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang tumbuh bersamaan dengan masa penyiaran Agama Islam. Pontren pada umumnya didirikan oleh ulama/kyai dengan kemandirian, kesederhanaan dan keikhlasan. Pada masa pra kemerdekaan Pontren telah berperan besar dalam melahirkan pejuang-pejuang yang tangguh dalam memperjuangkan kemerdekaan. Setelah kemerdekaan Pontren terus berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa (Tafaqquh fi al-din) dan memberikan pelayanan sosial (dakwah bil hal) dalam menyiapkan tenaga-tenaga yang menguasai ilmu-ilmu keislaman sebagai kader ulama, muballigh atau Guru Agama yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hingga kini lembaga tersebut tetap konsisten terhadap peranannya, kendatipun oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai pendidikan alternatif dan merupakan lembaga pendidikan kelas dua dalam sistem pendidikan nasional.
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan di Pontren pun banyak mengalami perubahan khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagian Pontren menggunakan sistem madrasah/klasikal dan kurikulumnya menyesuaikan dengan kurikulum Pemerintah dengan menyelenggarakan MI, MTs, MA atau menyelenggarakan SD, SMP dan SMA/SMK bahkan sampai Perguruan Tinggi, namun sebagian pesantren masih tetap mempertahankan sistem pendidikan khas pesantren secara mandiri baik kurikulumnya maupun proses pembelajaran dan pendidikannya. Bahan ajar di pesantren meliputi ilmu-ilmu Agama Islam dengan menggunakan kitab-kitab berbahasa Arab sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Pembelajaran dengan cara sorogan, wetonan dan bandongan masih tetap dipertahankan, tetapi sudah banyak juga yang telah menggunakan klasikal dalam bentuk Madrasah seperti Madrasah Diniyah Tingkat Ula/Awaliyah, Tingkat Diniyah Wustho dan Tingkat Diniyah Ulya. Sebagian lagi menggunakan model Kuliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI), Dirasatul Mu’allimin Al-Islamiyyah (DMI) dan Tarbiyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (TMI).
Disadari bahwa selama ini perhatian dan pengakuan (recognition) pemerintah terhadap institusi pesantren khususnya yang tidak menyelenggarakan pendidikan Madrasah/Sekolah formal masih sangat minim, bahkan tamatan Persantren belum mendapat pengakuan mu’adalah/kesetaraan, sehingga sering menemui kesulitan untuk melanjutkan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk melamar pekerjaan pada sektor formal. Padahal selama ini, masyarakat telah memberikan pengakuan terhadap kualitas lulusan Pesantren, dan bahkan sebagian dari lembaga pendidikan di luar negeri pun telah memberikan pengakuan kesetaraan (mu’adalah) terhadap pendidikan di pondok pesantren. Oleh karena itu, berdasarkan pada Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 30 ayat 3,dan 4 serta PP tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) nomor 19 tahun 2005 pasal 93, maka pendidikan di pondok pesantren sudah mendapatkan pengakuan yang jelas, dan memperoleh fasilitas yang sama seperti institusi-institusi pendidikan lainnya manakala mengikuti regulasi-regulasi yang telah ditetapkan pemerintah.

B.     DASAR HUKUM
Pendidikan Pondok Pesantren yang termasuk jenis Pendidikan Keagamaan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki landasan konstitusional yang dijamin baik oleh peraturan perundangan yang ada maupun konvensi internasional yang terkait dengan hak memperoleh pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Berikut disampaikan lebih spesifik beberapa peraturan perundangan yang dijadikan dasar kebijakan tersebut.

1.      Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak
Pada Pasal 28 Ayat (1) disebutkan bahwa “Every Child shall have the right to education and that basic education should be free and compulsary. In its protection of the right to education, states are required to endeavor “with a view to achieving (the right to education) progressively and on the basis of equal opportunity to provide free and compolsary primary education available to all.

2.      Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Pada Pasal 13 ayat 2 huruf (a) ditegaskan bahwa “primary education shall be compulsary and available free for all. Pernyataan ini menunjukkan adanya dua unsur dalam memberikan hak memperoleh pendidikan, yaitu pertama “ketersediaan (availability)” yang mewajibkan negara untuk menyediakan fasilitas yang memadai agar fungsi sekolah berjalan lancar. Unsur yang kedua adalah “keterjangkauan” (accessibility) yaitu agar pendidikan secara fisik dan ekonomik dapat dijangkau oleh peserta didik tanpa diskriminasi.
Konferensi Global di bidang Pendidikan yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2004 menegaskan pentingnya pemenuhan hak akan pendidikan dibandingkan dengan hak-hak azasi manusia lainnya. “The Global Conference on Education declared that education is the most enabling of rights which if accomplished makes great progress towards achievisng other rights. No child should therefore be excluded from school owing to their inability to pay.”

3.      UUD 1945 Hasil Amandemen ke 4
Pada Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa; “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dan anggaran pendapatan dan belanja negara serta dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Pasal 31 amandemen ke-4 menyebutkan: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dan anggaran pendapatan dan belanja negara serta dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

4.      UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Dalam Pasal 12 disebutkan bahwa “setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh Pendidikan, mencerdaskan dirinya dan meningkatkan kwalitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”. Selanjutnya dalam Pasal 14 diamanatkan bahwa “setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia”.

5.      UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Beberapa Pasal yang menjadi dasar kebijakan pengembangan pendidikan keagamaan Islam sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, termaktub, terutama pada pasal yang berkenaan dengan Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa; “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”; Pasal 9 “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah; Pasal 10 “Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”; Pasal 11 ayat (1) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”; ayat (2); “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”; Pasal 46 ayat (1) “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat” ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945; dan Pasal 15 berbunyi: jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Bagian kesembilan (pendidikan keagamaan) pasal 30 ayat (1) menyebutkan: pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam ayat (2) berbunyi: pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Dalam ayat (3) disebutkan: pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Dan ayat (4) berbunyi: pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

6.      UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Meskipun inti dari UU tersebut adalah berkaitan dengan Pemerintah Daerah, namun ternyata ada beberapa Pasal yang terkait dengan pendidikan madrasah, diantaranya; Pasal 13 “Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi (f) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial”. Pasal 14 “Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi; (f) penyelenggaraan pendidikan”. Selain itu, pada Pasal 22 disebutkan bahwa “Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban; (a) melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; (c) mengembangkan sumber daya produktif di daerah.

7.      UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Dalam uu ini, ada sejumlah pasal dan ayat yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan erat dengan pengembangan Madrasah, diantaranya;. Pasal 1 ayat (1) “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah; ayat (5) penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal”. Pada Pasal 34 ayat (1) disebutkan “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat” ayat (3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

8.      UU No.20 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Undang-undang ini secara khusus berbicara tentang seluk beluk anak, termasuk hak anak memperoleh pendidikan. Misalnya saja apa yang disebutkan  pada Pasal 9 yang berbunyi; (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Selain itu, Bagian Keempat tentang Kewajiban danTanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua, pada Pasal 26 disebutkan; (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. (2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada ke1uarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

9.      PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pada Pasal 62 ayat (1) dijelaskan bahwa “Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal” ayat (2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : biaya penyediaan sarana dan prasarana; pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap”; ayat (3) “Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan”; Ayat (4) “Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; Bahan atau peralatan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan lain sebagainya”

10.  PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan dalam UU Sisdiknas tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Dalam PP tersebut pasal 1 ayat (2) disebutkan: Pendidikan Keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan menjalankan ajaran agamanya.
Selanjutnya dalam pasal 1 ayat (3): Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan. Pasal 1 ayat (4):
Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya. Terkait dengan fungsi pendidikan keagamaan, pasal 8 ayat (1) menyatakan: pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Tujuan pendidikan keagamaan tercantum dalam pasal 8 ayat (2): Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia
Sebagaimana pada Pasal 14 ayat (1) pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren, (2) pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal, dan (3) pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pasal 26 ayat (2) pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan/atau pendidikan tinggi.

C.    PENGERTIAN PONDOK PESANTREN MU’ADALAH
Secara terminologi, pengertian mu’adalah adalah suatu proses penyetaraan antara institusi pendidikan baik pendidikan di pondok pesantren maupun di luar pontren dengan menggunakan kriteria baku dan mutu/kualitas yang telah ditetapkan secara adil dan terbuka. Selanjutnya hasil dari mu’adalah tersebut, dapat dijadikan dasar dalam meningkatkan pelayanan dan penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren.
Dalam konteks ini, pondok pesantren mu’adalah yang terdapat di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua) bagian; Pertama, pondok pesantren yang lembaga pendidikannya dimu’adalahkan dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar negeri seperti Universitas al-Azhar Cairo Mesir, Universitas Umm al-Qurra Arab Saudi maupun dengan lembaga-lembaga non formal keagamaan lainnya yang ada di Timur Tengah, India, Yaman, Pakistan atau di Iran. Pondok pesantren-pondok pesantren yang mu’adalah dengan luar tersebut hingga saat ini belum terdata dengan baik karena pada umumnya mereka langsung berhubungan dengan lembaga-lembaga pendidikan luar negeri tanpa ada koordinasi dengan Depag RI maupun Departemen Pendidikan Nasional. Kedua, pondok pesantren mu’adalah yang disetarakan dengan Madrasah Aliyah dalam pengelolaan Depag RI dan yang disetarakan dengan SMA dalam pengelolaan Diknas. Keduanya mendapatkan SK dari Dirjen terkait.

D.    TUJUAN
Tujuan Mu’adalah Pendidikan Pontren dengan Madrasah Aliyah dan SMA adalah
1.      Untuk memberikan pengakuan (recognition) terhadap system pendidikan yang ada di pondok pesantren sebagaimana tuntutan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Untuk memperoleh gambaran kinerja Pontren yang akan dimu’adalahkan/disetarakan dan selanjutnya dipergunakan dalam pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu serta tata kelola pendidikan Pontren.
3.      Untuk menentukan pemberian fasilitasi terhadap suatu Pontren dalam menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang setara/mu’adalah dengan Madrasah Aliyah/SMA.

E.     KRITERIA PENDIDIKAN PONTREN YANG DIMU’ADALAH
1.      Penyelenggara Pendidikan Pontren harus berbentuk yayasan atau organisasi sosial yang berbadan hukum.
2.      Pendidikan Pontren yang akan dimu’adalahkan/disetarakan ialah pendidikan pada Pontren yang telah memiliki piagam terdaftar sebagai Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren pada Departemen Agama dan tidak menggunakan kurikulum Depag maupun Diknas.
3.      Tersedianya komponen penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan seperti adanya tenaga kependidikan, santri, kurikulum, ruang belajar, buku pelajaran dan sarana pendukung pendidikan lainnya.
4.      Jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh Pontren sederajat dengan Madrasah Aliyah/SMA dengan lama pendidikan 3 (tiga) tahun setelah tamat Madrasah Tsanawiyah dan 6 (enam) tahun setelah tamat Madrasah Ibtidaiyah.

F.     SASARAN
Sasaran dari program pondok pesantren mu’adalah/penyetaraan ini adalah Lembaga Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pontren, yang mengajukan permohonan untuk disetarakan lulusannya setingkat dengan Madrasah Aliyah/SMA diantaranya:
a.       Madrasah Salafiyah ‘Ulya (‘Aly atau Aliyah), DMI (Dirasah Mu’allimin Islamiyyah)
b.      Kulliyatul Mu’Allimin A1-Islamiyah (KMI) dan Tarbiyatul Mu’allimin A1-Islamiyah (TMI)
c.       Madrasah Diniyah ‘Ulya atau setingkat Takhassus yang sudah lulus jenjang Wustho dan Awwaliyah/Ula atau nama lainnya yang sejenis.





BAB II
PROSEDUR VERIFIKASI PESANTREN
MU’ADALAH

A.    KOMPONEN YANG AKAN DIVERIFIKASI
Komponen yang akan dievaluasi dan diverifikasi meliputi 5 hal yaitu ; kurikulum/PBM, tenaga kependidikan, peserta didik, manajemen pengelolaan dan sarana prasarana. Setiap komponen memiliki beberapa sub-komponen yang diajukan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan (sebagaimana terlampir).
Jumlah pertanyaan atau pernyataan sebanyak 128 item terdiri dari :
No
Komponen
Mu’adalah
Jumlah
Item
Bobot Nilai Per-Item
Skor Nilai
Jumlah Maksimal Per-Komponen
1
Kurikulum
30
5
5
750
2
Tenaga Kependidikan
24
4
5
480
3
Peserta Didik
35
3
5
525
4
Manajemen Pengelolaan
18
2
5
180
5
Sarana Prasarana
21
1
5
105
Total
128


2040
Keterangan:
Jumlah item X bobot nilai X Maksimal Per-komponen skor (antara 1 sampai 5) = Jumlah

B.     PERINGKAT MU’ADALAH SETELAH DIEVALUASI DAN VERIFIKASI
Berdasarkan hasil penilaian yang diperoleh, maka status mu’adalah/kesetaraannya dapat diberikan dengan peringkat sebagai berikut :
PERINGKAT
JUMLAH TOTAL KOMPONEN
Sangat Baik (A)
1840 – 2040 / 90% - 100%
Baik (B)
1640 – 1839 / 75% - 89%
Cukup (C)
1440 – 1639 / 60% - 74%
Belum dapat disetarakan
< 1439 / 60%

1.      Jumlah nilai komponen harus mencapai jumlah di atas 1439. Apabila kurang dari nilai tersebut, maka Pontren yang bersangkutan belum dapat dimu’adalahkan/disetarakan, akan tetapi dapat mengajukan kembali pada tahun berikutnya setelah ada perbaikan-perbaikan pada komponen yang dianggap kurang.
2.      Nilai mu’adalah/kesetaraan tersebut berlaku selama 4 (empat) tahun. Pontren yang telah memperoleh status dengan nilai Baik (B) atau Cukup (C) dapat mengajukan usulan untuk memperoleh nilai mu’adalah/kesetaraan yang lebih tinggi setelah status mu’adalah/kesetaraannya berlaku 2 (dua) tahun.
C.    PROSEDUR DAN PELAKSANAAN
Kegiatan Mu’adalah ini dibagi menjadi tiga tahapan yaitu; tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penetapan peringkat mu’adalah. Adapun langkah-langkah pada setiap tahapan dapat diuraikan sebagai berikut ;
1.      Tahap Persiapan
a.       Pontren mengajukan permohonan kepada Kandepag setempat dan membuat profil pontren sesuai dengan komponen penilaian yang berlaku.
b.      Kandepag atau Kanwil Depag menyerahkan berkas permohonan Pontren kepada Dirjen Pendidikan Islam melalui Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag Pusat
c.       Dirjen Pendidikan Islam melalui Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag Pusat menetapkan Tim Mu’adalah untuk melakukan kegiatan visitasi, verifikasi, penilaian, pelaporan dan rekomendasi penetapan mu’adalah.
2.      Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan Mu’adalah/penyetaraan pendidikan pontren dengan Madrasah Aliyah/SMA akan dilakukan oleh Tim Mu’adalah/Penyetaraan yang terdiri dari unsur Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag RI dan Direktorat Madrasah Depag RI dengan rangkaian kegiatan yaitu; Visitasi ke lokasi, pengumpulan data, pengolahan data dan pelaporan
3.      Tahap Penetapan
Pada tahap ini Dirjen Pendidikan Islam melalui Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag Pusat akan menetapkan peringkat mu’adalah pada pendidikan pondok pesantren sesuai dari hasil laporan Tim Mu’adalah secara obyektif dan terbuka.

D.    KEGIATAN VISITASI DAN VERIFIKASI
Kegiatan visitasi dilakukan dalam rangka untuk mengklarifikasi data dan sekaligus untuk mengetahui secara langsung kinerja pondok pesantren yang akan memperoleh mu’adalah. Kegiatan visitasi tersebut meliputi;
1.      Melakukan  wawancara, panggalian dokumen dan pengamatan aktivitas atau kondisi di lapangan.
2.      Melakukan pengolahan data dan analisis data yang diperoleh.
3.      Menetapkan nilai akhir dengan menghimpun rata-rata skor komponen
4.      Menyampaikan laporan kepada Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren melalui Kasubdit Pendidikan Diniyah tentang:
a.       Identitas Lembaga Pendidikan Pontren;
b.      Waktu Visitasi dan Penilaian;
c.       Hasil Visitasi dan Penilai;
d.      Jumlah Keseluruhan Komponen;
e.       Profil Pontren dan Data-Data Kependidikan;
f.       Kesimpulan
g.      Memberikan rekomendasi untuk menerbitkan atau tidak Surat Keputusan Pemberian Status Mu’adalah/Kesetaraan kepada Pontren yang bersangkutan serta pemberian Piagam Mu’adalah/Kesetaraan yang berlaku selama 4 tahun.

E.     PENETAPAN PONDOK PESANTREN MU’ADALAH
1.      Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam melalui Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren tentang Pemberian Status Mu’adalah/Kesetaraan Pendidikan Pontren dengan Madrasah Aliyah/SMA disampaikan kepada Pontren yang bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah laporan hasil visitasi/penilaian diterima oleh Subdit Pendidikan Diniyah.
2.      Dokumen penilaian disimpan ditempat kedudukan Tim Penilai pada Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Departemen Agama Jakarta.
3.      Hasil penilaian mi disamping dipergunakan untuk pemberian status mu’adalah/kesetaraan juga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian pelayanan pendidikan kepada Pontren yang bersangkutan.
4.      Surat Keputusan Pemberian Status Mu’adalah/Kesetaraan hanya berlaku bagi Pontren yang bersangkutan untuk jangka waktu 4 (empat) tahun. Setelah habis masa berlaku Pontren yang bersangkutan dapat mengajukan usul pembaruan status mu’adalah/kesetaraannya.






BAB III
PROGRAM PENGAJIAN KITAB KUNING
DI PESANTREN MU’ADALAH

A.    PENGERTIAN DAN TUJUAN PENGAJIAN KITAB
Salah satu ciri dalam pelaksanaan kegiatana belajar mengajar pada pondok pesantren adalah mempergunakan kitab-kitab berbahasa Arab (kitab kuning) sebagai buku teks pokok mata pelajaran, yang meliputi al-Qur’an, Hadits, Bahasa Arab, Ilmu Tafsir, Syariah yang terdiri dan Fiqih dan Ushul Fiqh.
Pengajian kitab kuning di pondok pesantren pada umumnya dilaksanakan dalam bentuk sorogan, wetonan dan bandongan. Untuk pengajian dalam bentuk sorogan, wetonan dan bandongan biasanya disebut sebagai kurikulum system ma’hady artinya jenis kitab, alokasi waktu pembelajaran dan kalender akademiknya sepenuhnya terserah sang Kiyai. Adapun pengajian yang dikemas dalam bentuk klasikal atau system madrasy secara umum sama dengan model-model klasikal lainnya. Kitab-kitab yang dikaji biasanya sudah ringkasan/ikhtishar dari kitab-kitab kuning yang ada. Pembelajarannya sudah terjadwal dengan rapi layaknya sekolah formal lainnya.

B.     MATERI PENGAJIAN KITAB
Materi pengajian kitab di pondok pesantren meliputi kitab-kitab yang terkait dengan mata pelajaran sebagai berikut:
a.       Tafsir Qur’an
b.      Hadits
c.       Ilmu Tafsir
d.      Ilmu Hadits
e.       Tauhid
f.       Akhlak/Tasawuf
g.      Bahasa Arab/Ilmu Alat ;Nahwu Shorof
h.      Fiqh
i.        Ushul Fiqh

C.    PELAKSANAAN PENGAJIAN KITAB
Pengajian kitab dilaksanakan secara klasikal/Madrasy dan Ma’hady (sorogan, wetonan dan bandongan). Klasikal/Madrasy dipergunakan dalam kegiatan belajar pagi hari dan Ma’hady umumnya dipergunakan dalam kegiatan belajar sore dan malam hari.

1.      Klasikal/Madrasy
Pengajian kitab secara klasikal/Madrasy pada pagi hari dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Pengajian pelajaran dilakukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
b.      Arah program lebih ditekankan pencapaian tujuan secara sistematis dan terjadwal.
c.       Metode yang dipergunakan hendaknya memungkinkan tercapainya ketentuan belajar, baik secara kelas maupun perorangan.
2.      Ma’hady
Pengajian kitab secara ma’hady dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Pengajian dilakukan oleh Kiyai atau badal Kiyai secara jama’i atau dalam kelompok besar santri tanpa hirarki.
b.      Arah pengajian lebih ditekankan pada pencapaian kemampuan membaca dan memahami teks kitab yang menjadi sumber tambahan dari sistem madrasy.
c.       metode yang dipergunakan sepenuhnya tergantung kepada Kiyai atau badal Kiyai.

D.    BUKU SUMBER PENGAJIAN KITAB
1.      Buku Teks Pokok dan Buku Teks Penunjang
Pada dasarnya sumber bahan penunjang yang utama untuk setiap mata pelajaran adalah buku teks pokok yang disusun oleh Kiyai atau dewan kiyai di dalam pondok pesantren. Selain itu dipergunakan juga kitab-kitab berbahasa Arab yang berisi materi ilmu yang bersangkutan sebagai teks penunjang. Kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Qur’an - hadits
1)      The Holy Qur’an
2)      Tafsir al-Jamal
3)      Tafsir Baidhawi
4)      Al-Asas fit-tafsir
5)      Tafsir Ibnu Katsir
6)      Fathul Bâry (Syarah al-Bukhâri)
7)      Al-Kutubus Sittah
8)      Riyâdus Shâlihin
b.      Bahasa Arab
1)      Al-Jurumiyah
2)      Matan Bina
3)      Al-Kailani
4)      An Nahwul al Wâdih lit Tarbiyah
5)      Mutammimah
6)      Qawâidul Lughatil Arabiyah
7)      Jauharul Maknun
8)      Al-Balaghatul Madinah
9)      An-Nahwul Wâdhih lit Tsanâwi
10)  Alfiyah dan Matannya
c.       Ilmu Tafsir
1)      Al-Jalâlain
2)      Al-Maraghi
3)      An-Nasafi
4)      Mabâhits fi Ulum al Qur’ân
5)      A-Maraghi an-Nasafi
6)      Al-Asas fit Tafsir
d.      Ilmu Hadits
1)      Subulus Salâm
2)      Riyâdush Shâlihin
3)      Minhatul Mughits
4)      Iqârah at Taqrib (Tadribur Râwi)
5)      Subulus Salâm
6)      Dalilul Fâlihin
7)      Nailul Authâr
8)      Al-Baiquniyah
9)      Tadribur Râwi
10)  Alfiyah Suyu ti
e.       Syariah
1)      Fiqih
a)      Taqrib
b)      Fathul Qarib
c)      Fiqhus Sunnah
d)     Al-Mu’inul Mubin
e)      Kifâyatul Akhyâr
f)       Fiqhus Sunnah
g)      A1-Mu’Inul MubIn II
h)      Al-Muhadzdzab
i)        Fiqhus Sunnah
j)        Bidâyatul Mujtahid
k)      A1-Fiqhu ‘ala Madzâhibil Arba’ah
2)      Usul Fiqh
a)      Mabâdi Awaliyah
b)      As-Sulam
c)      Al-Bayân
d)     Ushul Fiqh Abdul Wahab Khallâf
e)      Al-Khudhary Bek

2.      Buku Sumber dan Buku Perpustakaan
Selain kitab-kitab yang telah disebutkan, dipergunakan juga kitab-kitab yang pembahasannya lebih luas dan dalam sebagai buku referensi dan perpustakaan. Kitab-kitab tersebut berfungsi untuk memperluas dan memperdalam pemahaman, kitab-kitab tersebut antara lalin:
1)        Tafsir al-Manâr
2)        TafsIr fi Dhilalil Qur’ân
3)        Al-Asas fit Tafsir
4)        At-Tafsir wal Mufassirun
5)        The Holy Qur’an
6)        Tafsir al-Qasimy
7)        Manâhilul Irfan
8)        Al-Burhân fi Ulumil Qur’ân
9)        Al-Itqân fI Ulumil Qur’ân
10)    Tafsir Ibnu Katsir
11)    Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir
12)    Fathul Bari (Syarah al-Bukhâri)
13)    Al-Kutubus Sittah
14)    Miftâh Kunuzis Sunnah
15)    Dalilul Fâlihin
16)    Fiqhus Sunnah
17)    Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab
18)    Irsyâd as-Sari al-Qasthallany
19)    Al-Mustashfâ
20)    Irsyâd al-Fuhul
21)    Yas’alanuka fid Din wal Hayâh
22)    Târikh Ibnu Hisyâm
23)    Al-Kâmil fit Târikh
24)    Muqaddimah Ibnu Khaldun
25)    Ar-Raid
26)    Al-Munjid
27)    Al-Maurid
28)    Fiqhuz Zakâh
29)    Lisânul Arab
30)    Attaisul AzIzil Hamid, Syarah Kitâbut Tauhid
31)    Syarah-syara al-Kitâbus sittah
32)    Al-Mughni, Ibnu Qudâmah
33)    Al-Muhalla, Ibnu Hazm
34)    Addinatul Mukhtâr, Ibnu Abidin
35)    Bidâyatul Mujtahid
36)    Al-Fiqhu ‘ala Madzâhibil Arba’ah

E.     KEGIATAN EKSTRA KURIKULER
Kegiatan ekstra kurikuler merupakan kegiatan belajar dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, dilaksanakan di pondok pesantren maupun di luar pondok pesantren untuk memperluas wawasan ataupun kemampuan yang telah dipelajari dan berbagai mata pelajaran.
1.      Tujuan
Tujuan kegiatan ekstra kurikuler adalah :
a.       Meningkatkan dan memantapkan pengetahuan santri.
b.      Mengembangkan bakat, minat, kemampuan dan keterampilan dalam upaya pembinaan pribadi.
c.       Mengenal hubungan antara mata pelajaran dalam kehidupan di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar